
Jum'at, 22 November 2019
3 MoN : Waktu yang Indah Ketika Bersamanya
Sore itu di kantin korea yang sepi, mereka bercanda dan tertawa sambil makan Ice Cream Vanila. Bercerita tentang kisah cinta masing-masing dan berterus terang akan keadaan yang sedang dihadapi satu sama lain, begitu banyak masalah dan keluhan yang diungkapkan. Kebanyakan, hanya sekedar angan-angan tentang keadaan yang tidak pasti kelak akan dihadapi, dengan harapan bisa menghindari prediksi-prediksi yang tergambar di benak masing-masing.
​
“Sejauh itu kah perbedaannya” sambil makan Ice Cream Ratna bertanya, dengan sorot mata yang jelita tak berkutik Darwin dibuatna.
​
“Sepolos ini kah mata seorang yang belum lama ku kenal” gumam darwin sebelum menjawabnya pertanyaan yang sederhana, tapi bingung dibuatnya. Suasana hening sore itu mendukung niat agar bisa membuat kenangan, terpecahkan dengan bersedianya untuk berfoto bersama hanyalah formalitas semata, bukan tanpa sebab ia bersedia, hanya saja untuk melihat seberapa terbukanya individu terhadap orang yang baru dikenal di tiga bulan ini.
Lima hari usai ujian akhir semester, dengan sedikit persiapan mereka menyusul seseorang yang telah berangkat sehari sebelumnya ke kota metropolitan, yang modern dalam pandangan umum. Sebelum berangkat mereka singgah terlebih dahulu di toko elektronik ternama untuk membeli sebuah Handphone, untuk keperluan komunikasi di perjalanan. Kala itu bertepatan dengan musim mudik lebaran, empat hari sebelum hari raya Idul Fitri, Darwin dan Lily berangkat menggunakan bus antar kota dari jalur bus Tarogong Kota Garut menuju terminal Cikarang Kota Bekasi. Dengan sedikit bantuan dari saudara iparnya mereka akhirnya tidak kehabisan bus, namun hanya menunggu dua puluh menit sebelum bus terakhir berangkat.
​
“Bekasi pak, Bekasi” teriak kenek bus dari balik jendela yang terbuka, sambil mengangguk, Darwin berjalan, mendekati bus diikuti Lily yang kerepotan berjalan karena sepatu Hak Tingginya. Didapatinya bus yang dinaiki, hannya terisi 8 orang penumpang sudah termasuk sopir dan kenek bus. Mereka menduga, musim mudik lebaran telah usai. Kerena menurut beberapa media, arus mudik tahun ini ramai lancar dan terjadi lebih cepat dari tahun sebelumnya. Beberapa menit melakukan penyesuaian tempat duduk agar bisa nyaman di perjalanan, Darwin sedikit teringat dengan kondisi lingkungan sekitar rumahnya yang akan ia tinggalkan untuk beberapa waktu. Sambil melihat perbukitan melalui jendela kaca bus, ia terhentak dengan jalan yang berliku-liku, naik turun gunung, meluncur di aspal tiga lajur.
​
Sesampainya di perbatasan Kota Garut, kenek bus menghampiri para penumpang sambil membawa tiket perjalanan. “Permisi pak, bu permisis” menghampiri penumpang satu persatu. Para penumpang yang terjaga langsung bersiap siap untuk melakukan transaksi, namun tidak bagi penumpang yang tertidur, tidak sulit bagi kenek bus untuk meminta ongkos perjalanan namun sulit bagi penumpang untuk membayar. Bukan tanpa sebab, melainkan karena ongkos yang naik dua puluh persen dari ongkos biasanya yang semula lima puluh dua ribu di hari biasa, kini naik menjadi tujuh puluh ribu di hari pasca lebaran ini. Beruntung semua penumpang memahami dengan kondisi dan situasi sehingga tidak terjadi kegaduhan.
​
Tidak lama setelah masuk Kota Bandung, dengan cepatnya bus mencapai gerbang tol Cileunyi, melewati jalanan yang sepi ditinggal para pemudik yang sudah sampai di rumahnya masing-masing. Sambil melihat perubahan yang terjadi setahun yang lalu, Darwin bergumam dalam hatinya, betapa tertinggal jauh pembangunan di kotanya dengan kota yang berjarak satu jam dari kota tempat ia tinggal. Padahal ia merasa masih satu wilayah namun terlihat jelas dengan matanya betapa berbedanya dengan Kota Garut.
​
Dua setengah jam di jalur tol penghubung Kota, tidak banyak yang dilakukan Darwin dan Lily di dalam bus, haya sedikit hobi kecil yang dilakukan untuk mengurangi kebosanan Darwin, membaca buku Novel ringan yang ia bawa dari rak buku di rumah, menemaninya hingga sampai Kota Karawang. Sedangkan Lily, dengan segudang permasalah yang tengah ia hadapi lebih memilih tidur daripada sibuk memainkan Ponsel barunya, hingga panggilan masuk dari keluarga di kampung membangunkannya.
​
“Hallo, Lilyyy, hallooo” dengan nada cemas ibunya memanggil-manggil
“Ia hallo mah ?”
“Kamu sudah sampai mana nak ”
“kurang tau mah ! tapi udah masuk Bekasi dari tadi juga” memberitahu dengan santai.
Tiga setengah jam tak disangka dan tak terduga keluarga di kampung, tidak percaya dengan waktu tempuh perjalanan dari Kota Garut ke Kota Bekasi yang begitu cepat. Namun bukan itu yang mereka tanyakan, melainkan kepastian bahwa sanak keluarganya sudah sampai di kota tujuan dengan selamat, menjadi kabar baik penenang hati.
​
Sesampainya di gerbang tol Bekasi kenek bus membangunkan para penumbang dengan menyebut Kota Bekasi berulang-ulang.
​
“Bekasi, Bekasi, Bekasi” sedikit berteriak kepada penumpang menandakan sudah sampai di Kota Bekasi. Dengan diiringi kumandang adzan magrib para penumpang langsung berbagi menawarkan makanan untuk berbuka puasa. Beruntung Darwin dan Lily sebelum naik bus, sempat mampir ke minimarket untuk membeli beberapa makanan, sehingga suasana berbagi begitu terasa di dalam bus diakhir perjalanan.
​
Beberapa kilometer mendekati terminal, bus terjebak oleh kemacetan yang sangat parah karena jumlah kendaraan yang membludak dari kedua arah membuat kesabaran Darwin dan Lily memuncak. Mereka memutuskan untuk berjalan kaki menuju terminal, sambil berjalan mereka sudah berencana memesan taksi online menuju kontrakan di Bekasi. Ada hal lucu yang terjadi pada saat melakukan orderan taksi online, Darwin dan Lily pada saat itu memesan dari sebuah lokasi SPBU. Rute yang tergambar di aplikasi mengharuskan mereka untuk menyeberang jalan.
​
“Malam Mas” pesan singkat awalan dari sopir taksi.
“Malam juga mast” sampai salah ketik Darwin membalas pesan sinngkat.
“Posisi dimana mas ? jemput sesuai lokasi atau gimana mas !”
“Sebentar mas saya mau nyebrang ke toko kelontongan”
“Itu di mana mas saya parkir di Pom bensin” Ketika dikonfirmasi pada sopir taksi, ternyata mobilnya terparkir di SPBU yang sama.
Lalu Darwin langsung mengecek plat nomer kendaraan, setelah dilihat nomernya sama dengan mobil yang terparkir di belakang Darwin dan Lily. Kejadian ini membuat mereka tertawa dan cukup untuk menghilangkan sedikit rasa cape perjalanan.
​
Dalam perjalanan mereka berbincang dengan sopir taksi online, diawali dengan basa-basi untuk memecah suasana, hingga menanyakan daerah asal masing-masing. Mungkin ini adalah strategi sang sopir semata agar penumpangnya nyaman naik taksinya, dalam perjalanan malam Kota Bekasi yang menjadi tujuan orang-orang rantauan untuk mencari penghidupan yang layak.